Friday, November 25, 2011

Konsili Vatikan II: Dekrit Tentang Upaya-upaya Komunikasi Sosial

PENDAHULUAN
1.       (Makna suatu ungkapan)
DI ANTARA penemuan-penemuan teknologi yang MENGAGUMKAN, yang terutama pada zaman sekarang, berkat perkenaan Allah, telah digali oleh kecerdasan manusia dari alam tercipta, yang oleh Bunda Gereja disambut dan diikuti dengan perhatian istimewa ialah penemuan-penemuan, yang pertama-tama menyangkut jiwa manusia, dan membuka peluang-peluang baru untuk menyalurkan dengan lancar sekali segala macam berita, gagasan-gagasan, pedoman-pedoman. Diantara penemuan-penemuan itu yang paling menonjol ialah upaya-upaya, yang pada hakekatnya mampu mencapai dan menggerakkan bukan hanya orang-orang perorangan, melainkan juga massa, bahkan seluruh umat manusia; misalnya: media cetak, sinema, radio, televisi dan sebagainya, yang karena itu memang tepatlah disebut media komunikasi sosial.

2.       (Mengapa Konsili membahas masalah komunikasi sosial)
Bunda Gereja menyadari, bahwa upaya-upaya itu, kalau digunakan dengan tepat, dapat berjasa besar bagi umat manusia, sebab sangat membantu untuk menyegarkan hati dan mengembangkan budi, dan untuk menyiarkan serta memantapkan Kerajaan Allah. Gereja menyadari pula bahwa manusia dapat menyalahgunakan media itu melawan maksud Sang Pencipta ilahi dan memutar-balikannya sehingga mengakibatkan kebinasaan. Bahkan hatinya yang penuh keibuan merasa cemas dan sedih, menyaksikan betapa besarlah kerugian yang sering sekali ditimbulkan bagi masyarakat karena penyalahgunaannya.
Maka Konsili mendukung sepenuhnya perhatian dan kewaspadaan para Paus dan Uskup dalam perkara sepenting itu, dan memandang sebagai kewajibannya membahas masalah-masalah utama berkenaan dengan upaya-upaya komunikasi sosial. Selain itu Konsili percaya, bahwa ajarannya maupun tata-laksana yang disajikannya, akan bermanfaat bukan saja bagi keselamatan umat beriman kristen, melainkan juga bagi kemajuan seluruh masyarakat.

BAB I
AJARAN GEREJA

3.       (Tugas-kewajiban Gereja)
Gereja katolik didirikan oleh Kristus Tuhan demi keselamatan semua orang; maka merasa terdorong oleh kewajiban untuk mewartakan Injil. Karena itulah Gereja memandang sebagai kewajibannya, untuk juga dengan memanfaatkan media komunikasi sosial menyiarkan Warta Keselamatan, dan mengajarkannya, bagaimana manusia dapat memakai media itu dengan tepat.
Maka pada hakikatnya Gereja berhak menggunakan dan memiliki semua jenis media itu, sejauh diperlukannya atau berguna bagi pendidikan kristen dan bagi seluruh karyanya demi keselamatan manusia. Adapun cara Gembala bertugas memberi pengajaran dan bimbingan kepada umat beriman, supaya dengan bantuan upaya-upaya itu mereka mengejar keselamatan dan kesempurnaan mereka sendiri dan segenap keluarga manusia.
     Terutama  termasuk panggilan kaum awam, untuk menjiwai media komukasi itu dengan semangat manusiawi dan kristen, supaya menanggapi sepenuhnya harapan besar masyarakat dan maksud Allah.

4.       (Hukum moral)
Untuk menggunakan upaya-upaya itu dengan tepat, sungguh perlulah bahwa sipa saja yang memakainya mengetahui norma-norma moral, dan dibidang itu mempraktekkannya dengan setia. Maka hendaknya mereka menelaah bahan, yang dikomunikasikan sesuai dengan sifat khas masing-masing medium. Sekaligus hendaklah mereka pertimbangkan juga situasi maupun kondisi-kondisi, yakni : tujuan, orang-orang, tempat, waktu, dan hal-hal lain yang menyangkut komunikasinya sendiri. Sebab konteks itu dapat mengubah kadar moralnya,  bahkan mengubahnya sama sekali. Antara lain perlu diperhatikan cara berfungsi yang khas bagi masing-masing medium; begitu pula daya pengaruhnya, yang dapat sedemikian besar, sehingga orang-orang, terutama kalau tidak siap, cukup sulit menyadarinya, mengendalikannya, dan bila perlu menolaknya.
      Pertama-tama sungguh perlulah, bahwa siapa saja yang berkepentingan dengan cermat membina suara hatinya sendiri tentang pemakaian media itu, terutama berkenaan dengan berbagai masalah, yang sekarang ini sedang diperdebatkan dengan sengit.
Masalah pertama menyangkut apa yang disebut informasi, atau pengumpulan dan penyiaran berita-berita. Tentu sudah jelaslah, bahwa, karena kemajuan masyarakat zaman sekarang dan ikatan-ikatan yang makin erat antara para warganya, informasi itu berfaedah sekali dan kebanyakan amat dibutuhkan. Sebab komunikasi peristiwa-peristiwa maupun hal-hal yang berlangsung secara umum dan tepat pada waktunya menyajikan pengertian yang cukup lengkap dan berkesinambungan kepada siapa saja, sehingga khalayak ramai dapat secara efektif bekerja sama demi kesejahteraan umum, dan serentak serta lebih mudah mendukung usaha meningkatkan kemajuan seluruh masyarakat. Jadi masyarakat berhak atas informasi tentang apa saja yang menyangkut kepentingan baik perorangan maupun masyarakat itu secara keseluruhan, sesuai dengan situasi masing-masing. Tetapi cermatnya pelaksanaan hak itu meminta, supaya mengenai objeknya komunikasi itu selalu benar dan – dengan mengindahkan keadilan serta cinta kasih – bersifat lengkap. Selain itu mengenai caranya, hendaklah berlangsung dengan jujur dan memenuhi syarat; maksudnya: hendaknya komunikasi itu mengindahkan sepenuhnya hukum-hukum moral, hak-hak manusia yang semestinya serta martabat pribadinya, dalam mengumpulkan maupun menyiarkan berita-berita. Sebab tidak setiap pengetahuan itu berguna, “tetapi cinta kasih membangun” (1Kor 8:1).

5.       (Kesenian dan moral) 
      Soal kedua menyangkut hubungan timbal-balik antara apa yang sekarang lazim disebut hak-hak kesenian dan kaedah-kaedah hukum moral. Perdebatan yang makin gencar tentang masalah itu tidak jarang bersumber pada ajaran-ajaran sesat tentang etika dan estetika. Maka Konsili menyatakan, bahwa semua orang secara mutlak wajib berpegang teguh pada prioritas tata moral yang objektif. Karena tata moral itulah satu-satunya yang mengatasi dan memperpadukan secara serasi tata nilai-nilai manusiawi lainnya, tidak terkecualikan kesenian, betapa pun luhur nilai-nilai itu. Sebab hanya tata moral itulah yang melibatkan manusia, makhluk Allah yang berbudi dan dipanggil untuk tujuan adikodrati, menurut hakekatnya seutuhnya. Tata moral itu jugalah, yang bila dipatuhi sepenuhnya dan dengan setia, mengatur manusia untuk mencapai kepenuhan, kesempurnaan serta kebahagiannya.
 
6.       (Pemberitaan kejahatan moral)
Akhirnya pemberitaan, penguraian atau penggambaran kejahatan moral, juga melalui media komunikasi sosial, memang dapat membantu secara lebih mendalam memahami dan menjajagi manusia, untuk menampilkan dan mengagungkan keluruhan, kebenaran dan kebaikan, dan dengan pemberitaan itu dapat diperoleh dampak-dampak dramatis yang lebih berfaedah juga. Akan tetapi, supaya jangan lebih merugikan daripada menguntungkan khalayak ramai, hendaknya penuturan dan penampilannya sepenuhnya mematuhi hukum-hukum moral, terutama bila menyangkut hal-hal yang meminta dihormati semestinya, atau yang lebih mudah merangsang nafsu-nafsu jahat manusia, yang terluka akibat dosa asal. 

7.       (Pendapat umum)
Sekarang ini pendapat-pendapat umum mempunyai dampak dan daya pengaruh yang besar sekali atas perihidup disegala lapisan, baik masyarakat secara keseluruhan maupun warganya secara perorangan. Maka perlulah semua anggota masyarakat memenuhi tugas-kewajiban keadilan dan cinta kasih, juga dibidang komunikasi sosial. Oleh karena itu hendaklah mereka, juga melalui media komunikasi itu, berusaha membentuk dan menyebarluaskan pandangan-pandangan umum yang sesuai dengan kebenaran. 

8.       (Kewajiban-kewajiban para pemakai media komunikasi sosial)
Kewajiban-kewajiban khusus mengikat semua penerima, yakni para pembaca, pemirsa dan pendengar, yang atas pilihan pribadi dan bebas menampung informasi-informasi yang disiarkan oleh media itu. Sebab cara memilih yang tepat meminta, supaya mereka mendukung sepenuhnya segala sesuatu yang menampilkan nilai keutamaan, ilmu-pengetahuan dan pengetahuan. Sebaliknya hendaklah mereka menghindari apa saja, yang bagi diri mereka sendiri menyebabkan atau memungkinkan timbulnya kerugian rohani, atau yang dapat membahayakan sesama karena contoh yang bururk, atau menghalang-halangi tersebarnya informasi yang baik dan mendukung tersiarnya informasi yang buruk. Hal itu kebanyakan terjadi dengan membayar iuran kepada para penyelenggara, yang memanfaatkan media itu karena alasan-alasan ekonomi semata-mata.
Maka supaya para penerima itu mematuhi hukum moral, hendaknya mereka jangan  melalaikan kewajiban, untuk pada waktunya mencari informasi tentang penilaian-penilaian yang mengenai semuanya itu diberikan oleh instansi-instansi yang berwenang, dan untuk mengikutinya sebagai pedoman menurut suara hati yang cermat. Untuk lebih mudah melawan dampak-dampak yang merugikan, dan mengikuti sepenuhnya pengaruh-pengaruh yang baik, hendaknya mereka berusaha mengarahkan dan membina suara hati mereka dengan upaya-upaya yang cocok.
 
9.        (Kewajiban-kewajiban kaum muda dan para orang tua)
Hendaknya para penerima, terutama dikalangan kaum muda berusaha, supaya dalam memakai upaya-upaya komunikasi sosial mereka belajar mengendalikan diri dan menjaga ketertiban. Kecuali itu hendaklah mereka berusaha memahami secara lebih mendalam apa yang mereka lihat, dengar dan baca. Hendaklah itu mereka percakapkan dengan para pendidik dan para ahli, dan dengan demikian mereka belajar memberi penilaian yang saksama. Sedangkan para orang-tua hendaknya menyadari sebagai kewajiban mereka: menjaga dengan sungguh-sungguh, supaya tayangan-tayangan, terbitan-terbitan tercetak dan lain sebagainya, yang bertentangan dengan iman serta tata susila, jangan sampai memasuki ambang pintu rumah tangga, dan jangan sampai anak-anak menjumpainya diluar lingkup keluarga.
 
10.        (Kewajiban-kewajiban para penyelenggara)
Kewajiban moral utama untuk dengan tepat menggunakan upaya-upaya komunikasi sosial ada pada para wartawan, pengarang, aktor, penulis skenario, pelaksana, penyusun acara, distributor, produsen, pemasar, resensor, dan orang-orang lain, yang dengan cara manapun juga berperan serta dalam pelaksanaan dan penyaluran komunikasi. Sebab sudah jelas sekali manakah dan betapa berat kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggungan mereka semua dalam situasi zaman sekarang, karena mereka itulah yang dengan memberi informasi dan menggerakkkan sesama dapat menempatkan umat manusia pada jalan yang benar atau yang salah. 
 Maka termasuk tugas merekalah menyelaraskan faktor-faktor ekonomi, politik dan kesenian sedemikian rupa, sehingga tidak pernah akan ada yang berlawanan dengan kesejahteraan umum. Supaya maksud itu tercapai dengan lebih lancar, seyogyanyalah mereka menggabungkan diri dengan organisasi-organisasi profesi mereka, yang mampu mewajibkan para anggotanya menghormati hukum-hukum moral dalam menghadpi masalah-masalah maupun kegiatan profesi mereka, juga bila perlu dengan mengadakan perjanjian untuk mematuhi kode moral.
Hendaklah mereka senantiasa menyadari bahwa sebagian besar para pembaca dan pirsawan terdiri dari angkatan muda, yang membutuhkan media cetak maupun tayangan-tayangan, yang menyajikan hiburan-hiburan sehat dan mengarahkan hati kepada perkara-perkara yang lebih luhur selain itu hendaknya mereka mengusahakan, supaya komunikasi tentang soal-soal keagamaan dipercayakan kepada pribadi-pribadi yang layak dan ahli, dan pelaksanaanya disertai sikap hormat sebagaimana mestinya.

11.   (Kewajiban-kewajiban pemerintah) 
       Dalam hal komunikasi sosial pemerintah terikat kewajiban-kewajiban khas demi kesejahteraan umum, yang merupakan tujuan media itu. Sebab termasuk tugas pemerintah, sesuai dengan fungsinya, untuk membela dan melindungi kebebasan yang sejati dan sewajarnya perihal informasi, terutama kebebasan media cetak. Sebab kebebasan itulah yang sungguh diperlukan bagi masyarakat zaman sekarang demi perkembangannya. Pemerintah wajib pula ikut mengembangkan nilai-nilai keagamaan, budaya dan kesenian; begitu pula melindungi para pemakai jasa komunikasi sosial, supaya dapat dengan bebas menggunakan hak-hak mereka yang sewajarnya. Selain itu pemerintah wajib membantu usaha-usaha, yang sungguhpun terutama bagi generasi muda berfaedah sekali, tidak dapat dijalankan tanpa bantuan itu. 
      Akhirnya pemerintah, yang sudah sewajarnya memelihara kesehatan para warga negara, terikat kewajiban, melalui perundang-undangan yang pelaksanaannya ditegakkan dengan sungguh, untuk menjamin dengan adil dan saksama, jangan sampai dari penyalahgunaan media komunikasi sosial timbul bahaya-bahaya yang gawat bagi kesusilaan umum serta kemajuan masyarakat. Dengan adanya perhatian penuh kewaspadaan itu kebebasan perorangan maupun kelompok-kelompok sedikitpun tidak terancam, terutama bila dari pihak mereka, yang menggunakan media itu berdasarkan profesi mereka, tidak ada langkah-langkah pengamanan efektif.
      Secara istimewa hendaklah ada usaha-usaha pengamanan untuk melindungi angkatan muda terhadap media cetak dan tayangan-tayangan, yang mengingat umur mereka merugikan.
BAB II
KEGIATAN PASTORAL GEREJA   
12.       (Kegiatan para Gembala dan umat beriman)
     Hendaklah semua putera-puteri Gereja serentak dan secara sekarela mengusahakan, agar upaya-upaya komunikasi sosial dengan cekatan dan seintensif mungkin dimanfaatkan secara efektif dalam aneka macam karya kerasulan, menganggapi tuntutan situasi setempat dan semasa. Hendaknya mereka mencegah usaha-usaha yang merugikan, terutama didaerah-daerah, yang perkembangan moril serta keagamaannya mengundang kegiatan-kegiatan yang lebih mendesak.  
     Hendaklah para Gembala dibidang itu pun dengan tangkas menunaikan tugas mereka, karena tugas itu berhubungan erat dengan kebajiban harian mereka mewartakan Injil. Para awam pun yang berperan dalam penggunaan media itu, hendaknya berusaha memberi kesaksian tentang Kristus, terutama dengan menunaikan tugas mereka masing-masing penuh keahlian dan berjiwa kerasulan; bahkan juga dengan secara langsung menyumbangkan jasa-jasa mereka dibidang tehnik, ekonomi, kebudayaan dan kesenian bagi kegiatan pastoral Gereja, sesuai dengan posisi mereka
   
13.       (Prakarsa-prakarsa umat katolik)
     Terutama hendaklah didukung pengembangan pers yang sehat. Untuk sepenuhnya meresapkan semangat kristen di kalangan pembaca, hendaklah dibangun dan dikembangkan pers katolik yang sejati, yakni: - entah itu secara langsung di dukung oleh dan tergantung dari Pimpinan Gereja sendiri, entah dari orang-orang katolik perorangan, - media cetak itu hendaknya jelas-jelas diterbitkan dengan maksud untuk membina, meneguhkan dan menumbuhkan pandangan-pandangan umum selaras dengan hak-hak asasi dan dengan ajaran serta prinsip-prinsip katolik, begitu pula untuk menyebarluaskan serta mebahas dengan cermat peristiwa-peristiwa yang menyangkut kehidupan Gereja. Hendaklah umat beriman diingatkan akan perlunya membaca dan menyebarkan pers katolik, untuk membuat penilaian kristen tentang segala kejadian.  
    Produksi dan penayangan film-film sebagai upaya untuk menyajikan hiburan yang sehat, untuk mengembangkan kebudayaan dan meningkatkan mutu kesenian, khususnya yang dipruntukkan bagi kaum muda, hendaklah didorong dan dijamin mutunya dengan segala upaya yang efektif. Itu terutama dapat dilaksanakan dengan membantu serta bekerja sama dengan kegiatan-kegiatan serta prakarsa-prakarsa para produsen maupun distributor yang beritikad baik, dengan mempromosikan film-film yang layak dipuji melalui kritik yang positif maupun hadiah-hadiah, dengan mendukung serta menggabungkan gedung-gedung bioskop milik usahawan-usahawan katolik yang terpandang. 
      Begitu pula hendaklah disediakan bantuan yang efektif bagi siaran-siaran radio dan televisi yang bermutu, terutama yang cocok bagi keluarga. Hendaknya dikembangkan secara intensif siaran-siaran katolik, yang dapat mengundang para pendengar dan pemirsa untuk ikut menghayati kehidupan Gereja, dan meresapkan kebenaran-kebenaran keagamaan dihati mereka. Bila perlu hendaklah diusahakan dengan sungguh pembangunan pemancar-pemancar katolik. Tetapi hendaknya diusahakan pula, agar siaran-siarannya unggul karena mutu maupun efisiensinya. Kecuali itu hendaklah diupayakan juga, supaya seni sandiwara yang sudah ada sejak dulu dan sungguh bermutu, pun sudah luas tersebar berkat media komunikasi sosial, mendukung pembinaan kemanusiaan dan kesusilaan para penonton.

14.       (Pembinaan para produsen)
     Supaya kebutuhan-kebutuhan itu tadi benar-benar ditanggapi, hendaklah para imam, para religius dan kaum awam dibenahi pada waktunya, supaya mereka mempunyai kemahiran secukupnya untuk mengarahkan media komunikasi itu kepada tujuan kerasulan.
      Pertama-tama kaum awam perlu dibekali dengan persiapan ketrampilan, pengetahuan ajaran dan moral. Untuk maksud itu perlu ditingkaykan jumlah sekolah-sekolah, fakultas-fakultas dan lembaga-lembaga, yang membuka peluang bagi para wartawan, para pencipta film serta pengarang siaran radio maupun televisi, begitu pula pihak-pihak lain yang berkepentingan, untuk menerima pendidikan yang lengkap dan diresapi semangat kristen, terutama berkenaan dengan ajaran sosial Gereja. Juga para aktor memerlukan pendidikan dan pertolongan, supaya melalui kesenianmereka dapat memberi sumbangan kepada masyarakat. Akhirnya perlu disiapkan secara intensif pula para kritikus di bidang sastra, sinema, radio, televisi dan sebagainya, yang sungguh mahir di bidang kejuruan masing-masing, dan dilatih serta didorong untuk menyampaikan penilaian mereka, yang selalu dengan jelas menggaribawahi segi moralnya.
    
15.       (Pembinaan para pemakai jasa)
    Tepatnya penggunaan media komunikasi sosial yang tersedia bagi para pemakai jasa dalam usia dan dengan tingkatan budaya yang begitu beraneka, memerlukan pendidikan maupun latihan yang khas dan sesuai bagi mereka. Maka disekolah-sekolah katolik pada segala tingkat, diseminari-seminari maupun dalam kelompok-kelompok kerasulan awam, usaha-usaha yang menolong untuk mencapai tujuan itu – terutama bila diperlukan bagi kaum muda – hendaklah dikembangkan, dilipatgandakan dan diarahkan menurut asas-asas moral kristen. Supaya pelaksanaannya lebih lancar, hendaklah ajaran dan tata-laksana katolik dibidang itu disampaikan dan dijelaskan dalam katekese.

16.       (Upaya-upaya teknis dan ekonomis)
     Sama sekali tidak pantaslah bagi putera-puteri Gereja untuk secara apatis membiarkan saja sabda tentang keselamatan terikat dan terhalang akibat kesulitan-kesulitan teknis atau tersendatnya pembiayaan yang memang berat sekali, dan khusus terkait pada pemakaian media komunikasi sosial. Maka Konsili suci ini mengingatkan, bahwa mereka wajib menopang kelestarian serta membantu harian-harian atau majalah-majalah katolik, kegiatan-kegiatan perfilman katolik, dan pemancar-pemancar serta siaran-siaran radio maupun televisi katolik, yang tujuan utamanya ialah : serentak mewartakan dan membela kebenaran, dan menyelenggarakan pendidikan kristen bagi masyarakat luas. Skalihus Konsili menganjurkan dengan sangat kepada organisasi-organisasi serta tokoh-tokoh perorangan, yang berpengaruh besar dibidang ekonomi maupun teknologi, supaya mereka yang sukarela dan murah hati membantu dengan sumber dana serta keahlian mereka kelangsungan media komunikasi sosial, sejauh mendukung kebudayaan sejati dan kerasulan.

17.       (Sekali setahun: hari komunikasi sosial)
    Supaya kerasulan Gereja yang bermacam-macam dibidang upaya-upaya komunikasi sosial makin dimantapkan secara efektif, hendaknya disemua keuskupan, atas kebijaksanaan para Uskup, setiap tahun dirayakan hari komunikasi sosial. Pada hari itu umat beriman diajak menyadari kewajiban-kewajiban mereka dibidang itu, memanjatkan doa-doa baginya, dan mengumpulkan dana untuk maksud itu. Dana itu hendaknya digunakan dengan cermat untuk menghidupi dan menyokong lembaga-lembaga serta usaha-usaha yang dianjurkan oleh Gereja, menanggapi kebutuhan-kebutuhan seluruh dunia katolik.

18.       (Sekretariat pada Takhta suci) 
    Dalam menunaikan reksa pastoral tertinggi sekitar media komunikasi sosial tersedialah untuk mendampingi Sri Paus Sekretariat khusus pada Takhta suci([1]).
19.       (Wewenang para Uskup)
   Termasuk wewenang para Uskup menyimak dan memajukan kegiatan-kegiatan serta usaha-usaha dibidang itu dalam keuskupan mereka, dan mengarahkannya sejauh menyangkut kerasulan umum, tidak terkecualikan usaha-usaha yang dikelola oleh para religius eksem.

20.       (Biro nasional)
     Supaya kerasulan menjadi efektif untuk seluruh negara, diperlukan kesatuan perencanaan dan usaha-usaha. Maka Konsili menetapkan dan memerintahkan, agar dimana-mana didirikan Biro Nasional untuk media cetak, film, radio dan televisi, dan Biro itu dibantu sedapat mungkin. Tugasnya terutama ialah mengusahakan, agar suara hati umat beriman dibina dengan tepat untuk memanfaatkan upaya-upaya komunikasi sosial sebagaimana mestinya, dan untuk mendorong serta mengarahkan usaha mana pun yang dibidang ini dijalankan oleh umat katolik.  
     Hendaklah disetiap Negara kepengurusan Biro dipercayakan kepada kelompok khusus Uskup-Uskup, atau seorang Uskup sebagai wakil. Dalam Biro itu hendaknya berperan-serta juga sejumlah awam, yang mahir dalam ajaran katolik dan berkualifikasi di bidang teknologi yang bersangkutan.
     
21.   (Organisasi-organisasi internasional)
    Selain itu dampak-pengaruh media komunikasi sosial melampaui batas-batas negara, dan setiap orang bagaikan menjadi warga segenap persekutuan manusia. Maka hendaklah dibidang itu usaha-usaha ditingkat nasional menggalang kerja sama juga dalam lingkup internasional. Hendaknya Biro-Biro, yang disebutkan dalam artikel 21, bekerja sama secara aktif dengan Organisasi Katolik  Internasional yang berkaitan. Organisasi-organisasi Katolik Internasional itu hanya dapat disetujui secara sah oleh Takhta suci, dan tergantung daripadanya.
     Selain itu dampak-pengaruh media komunikasi sosial melampaui batas-batas negara, dan setiap orang bagaikan menjadi warga segenap persekutuan manusia. Maka hendaklah dibidang itu usaha-usaha ditingkat nasional menggalang kerja sama juga dalam lingkup internasional. Hendaknya Biro-Biro, yang disebutkan dalam artikel 21, bekerja sama secara aktif dengan Organisasi Katolik  Internasional yang berkaitan. Organisasi-organisasi Katolik Internasional itu hanya dapat disetujui secara sah oleh Takhta suci, dan tergantung daripadanya.


PENUTUP   

22.       (Instruksi pastoral)
    Supaya semua prinsip-prinsip maupun pedoman-pedoman Konsili suci tentang media komunikasi sosial sungguh dilaksanakan, atas perintah eksplisit Konsili hendaklah diterbitakan Instruksi pastoral yang disusun oleh Sekretariat pada Takhta suci, yang disebut dalam artikel 19, dengan bantuan pakar-pakar dari pelbagai negara.

23.       (Anjuran akhir)
    Konsili percaya, bahwa prinsip-prinsip dan pedoman-pedoman dalam Dekrit ini akan diterima dengan senang hati dan dipatuhi dengan tertib oleh semua putera-puteri Gereja. Dengan menggunakan upaya bantuan itu mereka tidak akan mengalami kerugian, melainkan justru bagaikan garam dan terang akan mengasinkan bumi dan menyinari dunia. Selain itu Konsili mengundang semua orang yang beritikad baik, terutama mereka yang mengatur penggunaan media itu, supaya mereka berusaha mengarahkan upaya-upaya itu kepada kesejahteraan masyarakat semata-mata, yang untung-malangnya semakin tergantung dari tepatnya penggunaan media. Maka dari itu hendaklah Nama Tuhan diluhurkan oleh penemuan-penemuan baru itu, seperti sejak semula telah dimuliakan oleh monumen-monumen kesenian yang agung, seturut sabda Rasul : “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibr 13:8).

Yohanes Paulus II
 



Thursday, November 24, 2011

Katekis

Katekis adalah pembina iman atau guru agama. Dari antara mereka ada yang mengkhususkan diri untuk pembinaan iman umat paroki, ada yang mengajar di sekolah, ada pula yang menjalankan kedua-duanya (Telaumbanua, 1999: 6).
Katekis adalah orang atas nama Gereja memberikan pelajaran agama Katolik. Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik mereka mendidik khusus dalam ilmu kateketik. Mereka terutama memberikan ketekese kepada calon baptis dan anak-anak sekolah, tetapi juga memelihara kepentingan religius dari umat setempat. Sering kali mereka mengambil alih tugas-tugas imam, khususnya di stasi, sejauh tidak memerlukan wewenang khusus imamat jabatan (Maryanto, 2004: 96).
Katekis adalah orang yang dididik untuk memberi pelajaran dan pendidikan agama atas lembaga-lembaga pendidikan. Di paroki para katekis menjalankan tugas pewartaan, pengajaran dan liturgi. Di antaranya mempersiapkan katekumen untuk pembaptisan, membimbing orang beriman supaya siap menerima sakramen tobat, Ekaristi, penguatan, dan perkawinan (Heuken, 2005: 49).
Katekis adalah orang yang merasa terpanggil dan memiliki kewajiban memberi pelajaran atau pewartaan, orang yang memiliki pendidikan khusus bidang katekese, sukarelawan dan pembantu pastor dalam bidang pewartaan (Budiyanto, 2011: 36).

Wednesday, November 23, 2011

Sikap Umat dalam mengikuti Perayaan Ekaristi



a.      Berjalan
Berjalan yang baik dilakukan dengan tegap dan khidmat serta pandangan ke arah depan merupakan tanda penghormatan dan kesungghuan niat kita bertemu dengan Tuhan serta dengan tidak tergesa-gesa supaya suasana khidmat dan tenang terjaga, namun tidak lambat juga supaya tidak memberi kesan lamban. Berjalan dilakukan pada saat perarakan, sebelum dan sesudah menyambut Tubuh (Darah) Kristus, ketika mengantarkan bahan persembahan membacakan pengumuman dan membacakan Kitab Suci (bacaan I & II)
b.      Tanda Salib
Tanda salib dibuat ketika memasuki gereja dengan air suci sebagai tanda peringatan pembaptisan yang telah kita terima, mengawali dan mengakhiri perayaan Ekaristi, menerima percikan air suci kalau dibuat sebagai pernyataan Tobat, memulai bacaan injil pada dahi, mulut dan dada untuk mengungkapkan hasrat agar budi diterangi, mulut disanggupkan untuk mewartakan, dan hati diresapi oleh sabda Tuhan dan menerima berkat mengutusan pada bagian penutup
c.       Membungkuk
Gerakan ini dipakai untuk mengiringi doa dan uangkapan menyembah Tuhan. Membungkukan badan merupakan tanda penghormatan yang lebih besar daripada menundukan kepala. Rombongan imam, prodiakon, misdinar juga melakukan penghormatan dengan membungkuk terhadp altar Tuhan. Membungkuk dilakukan : oleh Imam di depan altar ketika memulai dan mengakiri perayaan Ekaristi dan  pada waktu Konsekrasi. Sedangkan  oleh umat ketika mengucapkan Syahadat para rasul, berada di depan salib, masuk di gereja atau kapel yang di dalamnya tersimpan sakramen mahakudus
d.      Menundukan Kepala
Sikap hormat ini sebagai tanda penghormatan, dimana menundukan kepala dilakukan oleh Imam ketika mengucapkan kata Yesus, Santa Perawan Maria dan santo santa yang diperingati pada hari itu, sebelum dan sesudah mendupai salib, altar dan bahan persembahan. Oleh misdinar sebelum dan sesudah mendupai imam dan umat. Oleh lektor atau petugas lainnya yang akan menuju altar untuk menghormati altar Tuhan dan imam.  
e.       Berlutut
Berlutut merupakan sikap doa yang mengungkapkan kerendahan hati seseorang yang ingin memohon kepada Tuhan atau bersembah sujud kepada-Nya. Berlutut dilakukan oleh umat ketika berdoa pribadi pada saat mengawali dan mengakhiri Ekaristi, saat konsekrasi, serta sebelum dan sesudah komuni sebagai sikap sembah sujud untuk hormat kepAda Allah. Oleh Iman mendoakan kisah Institusi (Kisah Perjamuan Tuhan) dalam Doa Syukur Agung, termasuk didalamnya kata-kata konsekrasi, sebagai tanda hormat dan pujian, serta untuk merenungkan wafat Tuhan Yesus pada saat pembacaan Kisah sengsara pada hari raya Jumat Agung.  
f.        Berdiri
Berdiri dilakukan ketika menyambut iman dan para pelayan yang bergerak menuju ruang altar, sikap ini menunjukan penghormatan kepada Allah yang datang dan hadir ditengah-tengah umat. Pemakluman Injil sebagai tanda Hormat pada Tuhan Yesus Kristus yang bangkit mulia dan yang hendak memaklumkan sabda-Nya. Mengucapkan Syahadat untuk memperbaharui pengakuan iman sebagai tanda kesediaan menjadi saksi iman. Menyampaikan doa Umat, sebagai tanda hormat kepada Allah yang setia mendengarkan dan mengambulkan doa-doa umat. Memulai Doa Syukur Agung (Prefasi) hingga kudus sebagai tanda hormat dan syukur kepada Allah. Mengucapkan/menyanyikan lagu Bapa Kami sebagai tanda pujian dan permohonan.
g.      Duduk
Duduk di kursi, di bangku atau bersila di lantai (lesehan) adalah sikap istirahat, rileks dan tenang. Duduk dilakukan oleh umat atau iman untuk berpikir atau merenung. Oleh umat untuk mendengarkan pembacaan sabda Tuhan( bacaan I dan II; dari kitab perjanjian lama dan surat para rasul)
h.      Menyembah
Mengandung arti sebagai tanda bakti dan hormat kepada Tuhan. menyembah dilakukan oleh umat saat Tubuh dan Darah Kristus diangkat keatas pada saat konsekrasi. Dan juga dilakukan pada saat Sakramen Mahakudus diangkat diatas pada doa salve (Pujian) dan perayaan Kamis Putih. Imam atau prodiakon yang membagikan komuni perlu mengangkat sibori berisi Hosti Kudus keatas (sedikit di atas kepala) sebagai tanda hormat saat mereka berjalan menuju umat. Tempat tertinggi adalah tempat terhormat.  
i.        Mengatupkan Tangan
Mengatupkan tangan dibuat ketika sebelum dan setelah menerima komuni (mengatupkan tangan didada waktu berjalan) sebagai ungkapan kesetiaan pada Tuhan. mengatupkan tangan juga dilakukan oleh umat ketika berdoa pribadi.  
j.        Bersalaman 
       Berjabat tangan atau  bersalaman mengungkapkan wujud dari Kasih dan Persaudaraan.
Bersalaman dilakukan oleh umat ketika kita saling memberikan Salam Damai dan juga dilakukan oleh Imam dengan para pembantunya (prodiakon atau misdinar).

Tuesday, November 22, 2011

Pengetahuan Mahasiswa IPPAK-USD tentang Salib Kristus

Terdapat tiga aspek pemahaman dan pengetahuan mahasiswa IPPAK tentang salib Kristus yaitu dari sudut pandang Allah, Yesus dan manusia. Bagi Allah, Salib merupakan rencana Allah untuk menyelamatkan manusia dari dosa dan maut. Cara yang ditempuh memberikan dan merelakan Putra-Nya Yesus Kristus kepada manusia melalui kesengsaraan, penderitaan, wafat dan bangkit. Kebangkitan Yesus dari kematian ini merupakan puncak karya penyelamatan Allah.
Bagi Yesus salib menujukkan kesetiaan-Nya dalam menjalankan tugas perutusan dari Bapa-Nya. Salib itu menjadi bukti nyata bahwa Yesus peduli dan mengasihi manusia. Ia rela menderita, mengorbankan nyawa-Nya demi manusia agar selamat dari dosa dan maut. Walaupun dengan cara yang paling keji dan hina dengan mati di kayu salib. Yesus menjadi jembatan antara manusia dengan Allah supaya manusia memperoleh damai dan keselamatan dari Allah.
Sudut pandang manusia, salib menjadi makna kebodohan di mana salib lambang kehinaan menjadi sarana untuk menyelamatkan manusia. Oleh sebab itu manusia harus memandangnya dengan hikmat kebijaksanaan Allah (Budi Purnomo, 2006: 29-31). Melalui salib Kristus manusia diselamatkan dan diangkat menjadi anak Allah, hal ini menujukkan bahwa Yesus solider kepada manusia. Manusia mengenakan peristiwa ini menggunakan simbol salib sebagai kenangan dan identitas sebagai orang Katolik yang telah diselamatkan Kristus.